Letak :
Sulawesi Tenggara
Populasi : 30.000 jiwa
Bahasa : Wolio
Agama Mayoritas : Islam
Di Negara
Indonesia yang tercinta ini, semua orang tahu bahwa negara kita memiliki banyak
sekali suku dan adat istiadat yang beragam serta memiliki ciri khas yang sangat
unik, salah satunya adalah Suku Wolio di Sulawesi Tenggara. Suku Wolio atau yang biasa juga disebut orang-orang Buton berdiam di kepulauan
Buton, Muna dan Kabaena di Propinsi Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau kecil
di propinsi Sulawesi Selatan. Mereka berbicara dalam bahasa Wolio, sub kelompok
bahasa Buton-Muna dari kelompok bahasa Austronesia. Nenek moyang mereka adalah
imigran yang datang dari Johor sekitar abad 15 yang mendirikan kerajaan Buton.
Pada tahun 1960, dengan kematian sultan yang terakhir, kesultanan dibubarkan
yang akhirnya mencerai-beraikan tradisi di kepulauan tersebut. Dalam kerajaan
Buton diterapkan pula sistem kasta. Saat ini, Buton lebih terkenal sebagai
penghasil aspal di Indonesia.
SOSIAL BUDAYA
Di dalam perkampungan mereka umumnya terdapat pasar yang
menjual hasil-hasil tenunan dari sutera, katun dan sejenisnya. Banyak kampung
juga memiliki toko-toko kecil dan penjaja keliling, di mana hal ini terlihat
dari gerobak-gerobak yang mereka buat sendiri untuk berjualan. Mata pencaharian
utama Suku Wolio adalah bertani, karena tanah yang mereka tempati sangatlah
subur. Hasil pertanian tersebut antara lain beras, jagung dan singkong. Banyak
juga yang menjadi nelayan atau pembuat perahu. Perairan pulau Buton dan Mina
kaya akan ikan tuna dan ikan ekor kuning. Tetapi sejak kesempatan untuk
memperoleh penghasilan yang cukup di daerah terasa sulit, banyak dari mereka
yang kemudian pergi meninggalkan pulau mereka dengan bekerja sebagai buruh di
perusahan-perusahaan dagang dalam jangka waktu yang lama.

Saat ini, banyak orang-orang Wolio asli yang tinggal di
Indonesia bagian timur (Maluku dan Irian Jaya). Dalam masyarakat Wolio,
laki-laki yang mencari nafkah, sedangkan wanita menyiapkan makan, melakukan
pekerjaan rumah tangga, membuat barang-barang dari tanah liat, menenun dan
menyimpan uang yang telah dikumpulkan oleh kaum laki-laki. Sejak dulu, orang
Wolio juga sangat mementingkan pendidikan. Pendidikan yang baik terhadap anak
laki-laki dan perempuan membuat mereka memiliki kesusasteraan yang maju. Tidak
ketinggalan pula dalam hal mempelajari bahasa asing. Karena itu, saat ini mulai
terlihat hasil-hasil kemajuan di bidang sosial.
Perkawinan dalam kebudayaan Buton
sudah bersifat monogami. Setelah menikah, pasangan akan tinggal di rumah
keluarga wanita sampai sang suami sanggup mendirikan rumah sendiri.
Tanggup jawab membesarkan anak ada di bahu ayah dan ibu. Rumah tempat tinggal Suku
Wolio didirikan di atas sebidang tanah dengan menggunakan papah yang kuat,
dengan sedikit jendela dan langit-langit yang terbuat dari papan yang kecil dan
daun kelapa.
Pakaian adat kombo wolio berwarna-warni dan sanggul khas yang dibentuk di kepala gadis-gadis Buton saat ritual adat pekandake-kandea menandakan bahwa mereka belum menikah. Pekandake-kandea adalah acara yang tepat untuk mereka menemukan jodoh yang sesuai tambatan hati.
Salah satu desa yang ditunjuk Pemerintah
Buton untuk menghelat tradisi ini setiap tahunnya adalah Desa
Tolandona, Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini bukan tanpa alasan kuat,
menurut catatan sejarah masyarakat Tolandona bahwa dahulu ada empat
kesatria Tolandona yang berjuang untuk mempertahankan keutuhan
Kesultanan Buton dalam konflik yang menelan banyak korban jiwa. Sekitar 2
ribu masyarakat Tolandona diyakini merupakan keturunan langsung keempat
ksatria tersebut.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Wolio beragama Islam. Namun, terdapat
kepercayaan terhadap roh-roh. Selain itu, di tingkat pusat juga dikenal suatu
aliran yang disebut Sufi. Melalui ajaran Sufi ini, mereka melakukan meditasi
untuk mencari visi dari Allah atau mencari hal-hal yang tersembunyi di luar
akal mereka. Reinkarnasi juga dipercaya oleh banyak dari mereka sebagai akibat dari
ajaran Hindu yang masih melekat. Roh-roh jahat yang dapat menimbulkan penyakit,
roh-roh penolong yang dapat memberikan petunjuk-petunjuk adalah roh-roh yang
mereka percayai. Selain itu mereka juga percaya adanya roh para leluhur yang
dapat menolong atau dapat menimbulkan penyakit tergantung dari tingkah
laku/kebiasaan mereka.
KEBUTUHAN
|
|
|
|
|
 |
|
|
|
Rumah
Adat
|
|
|
|
Orang Wolio membutuhkan lapangan pekerjaan yang dapat
menghasilkan uang untuk membiayai hidup. Kendatipun tanah mereka subur, hasil
pertanian dan juga non pertanian belum dapat meningkatkan perekonomian orang
Wolio secara berarti. Keadaan geografis yang berupa kepulauan membutuhkan
sarana perhubungan yang cukup memadai untuk memungkinkan mereka mengadakan
kontak dengan dunia luar. Para nelayan membutuhkan ketrampilan menangkap ikan
dan pengetahuan yang cukup untuk dapat meningkatkan produksi dan distribusi
hasil laut daerah mereka yang terkenal seperti ikan tuna dan ikan ekor kuning
di pulau Buton dan Muna. Selain itu, sikap haus ilmu orang Wolio memproyeksikan
KEBUTUHAN pengajar dan pendidik yang dapat mengembangkan potensi dan wawasan
mereka.
Semoga wawasan kecil
ini dapat menjadikan wacana tambahan yang bermanfaat bagi para pembaca,
terutama para pelajar. Wait us for the next occasion . . .
Source 1 : http://www.teguhsantoso.com/2011/05/suku-wolio-buton-sulawesi-tenggara.html
Source2 : http://id.indonesia.travel/id/destination/597/benteng-keraton-buton/article/139/pekande-kandea-menikmati-kemeriahan-tradisi-suku-buton-sembari-mencicipi-makanannya
Pratomo Adi Atmaji
27 / XI IPA 1
- Grayos14_27
0 Omongan:
Posting Komentar