Orang-orang suku Tengger dikenal taat dengan
aturan dan agama
Hindu. Mereka yakin merupakan keturunan
langsung dari
Majapahit. Nama Tengger berasal dari
Legenda Roro
Anteng dan
Joko
Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger, yaitu
"Teng" akhiran nama Roro An-"teng" dan "ger"
akhiran nama dari Joko Se-"ger".
Bagi suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo)
dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan
upacara Yadnya Kasada atau
Kasodo. Upacara ini
bertempat di sebuah
pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo
utara yakni Pura Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo.
Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama
sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan kasodo (kesepuluh) menurut
penanggalan Jawa.
Bahasa Tengger dituturkan di daerah Gunung Bromo yang termasuk wilayah Pasuruan,
Probolinggo, Malang dan Lumajang.
Di Pasuruan, cara Tengger ditemukan di
kecamatan Tosari, lalu di Probolinggo, daerah kecamatan Sukapura, sedangkan
Malang, cara Tengger dituturkan di wilayah desa Ngadas, kecamatan Poncokusumo.
Yang terakhir, di Lumajang dituturkan di wilayah Ranupane, kecamatan Senduro. Secara
linguistik, bahasa Tengger termasuk rumpun bahasa Jawa dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Ada yang menganggap bahasa Tengger
itu turunan basa Kawi dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah
tak digunakan lagi dalam Bahasa Jawa modern.
Contoh :
- reang: aku, jika yang berbicara
lelaki
- isun : aku, jika yang berbicara
perempuan
Apabila
abjad a dalam bahasa Jawa modern dibaca O, di Tengger dibaca A
Salah
satu upacara adat yang sering di laksanakan adalah
Suku Tengger Larung Sedekah Bumi ke Kawah
Sedekah bumi dibawa ke kawah Gunung Bromo (Foto:
kmk312ratna.wordpress)
PROBOLINGGO - Ribuan warga suku Tengger yang bermukim di Brang
Kulon dan Brang Wetan di lereng Gunung Bromo menggelar upacara adat Yadnya
Kasada di Pura Agung Poten. Ritual adat perayaan Yadnya Kasada ini ditutup
dengan melarung sedekah bumi ke salah satu pusaran bumi, kawah Gunung Bromo.
Suku Tengger yang bermukim di empat kabupaten yang
mengelilingi Gunung Bromo memulai ritual adat ini sejak Selasa lalu dengan
melakukan mendak tirta (mengambil air suci) di sejumlah mata air dikawasan
Gunung Bromo.
Warga suku Tengger yang tinggal di Brang Kulon, yakni
di Pasuruan dan Malang, mendak tirta di Gunung Widodaren, sedangkan
warga Brang Wetan melakukan mendak tirta di Ranupane (Lumajang) dan air
terjun Madakaripura (Probolinggo). Air suci dari berbagai sumber mata air
tersebut dipergunakan untuk keperluan ritual di Pura Agung Poten yang berada di
lautan pasir (kaldera) Gunung Bromo.
Romo Dukun Supayadi mengungkapkan, perayaan Yadnya
Kasada ini merupakan ritual adat Suku Tengger yang diperingati pada hari ke-15
bulan purnama di bulan Kasada. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Hyang
Widhi dan para leluhur, warga Tengger menggelar ritual sesembahan berupa sesaji
hasil bumi dan ternak yang dilarung di kawah Gunung Bromo.
"Larung sesaji berupa hasil bumi, palawija, dan
ternak ini adalah bentuk rasa syukur warga Tengger kepada Tuhan. Sesaji yang
telah diberikan mantra ini kemudian dilarung di kawah Gunung Bromo," kata
Romo Dukun Supayadi, Sabtu (4/8/2012).Menurut dukun adat dari Desa Wonokitri,
Tosari Kabupaten Pasuruan tersebut, rangkaian Yadna Kasada dirayakan
dimasing-masing daerah pemukiman warga Tengger. Di antaranya dengan menggelar
berbagai kesenian tradisional tayuban, reog serta resepsi dan pesta penyambutan
tamu pada Jumat malam. Di Brang Kulon, pesta penyambutan tamu digelar di
Pendapa Agung Wonokitri, Tosari Pasuruan, sedangkan di Brang Wetan dilakukan di
Pendapa Cemorolawang, Sukapura, Probolinggo.
Menjelang tengah malam, warga suku tengger dari
berbagai empat wilayah turun ke lautan pasir (kaldera) untuk melaksanakan
puncak ritual upacara Yadnya Kasada di Pura Agung Poten. Berbagai sesembahan
berupa hasil bumi dan ternak yang dibawa warga dimintakan mantra-mantra kepada
pemimpin adat Suku Tengger. Usai ritual adat, Sabtu dini hari, warga
berbondong-bondong menuju puncak untuk melarung sesaji di kawah Gunung Bromo.
Ritual adat perayaan Yadnya Kasada ini merupakan momen
yang paling ditunggu para wisatawan Nusantara maupun mancanegara untuk
berkunjung ke Gunung Bromo. Pada tiga kali perayaan Yadnya Kasada atau sejak
2010, selalu bersamaan dengan bulan Ramadan. Sehingga secara tidak langsung
berpengaruh pada jumlah wisatawan. Namun pada tahun 2013 mendatang, perayaan
Yadnya Kasada tidak lagi berbarengan dengan bulan Ramadan.
Nah itu
adalah penjelasan tentang suku tengger beserta budaya dan adat istiadatnya,
bagaimana? Apakah anda tertarik untuk pergi berlibur ke Pegunungan TENGGER di
PROBOLINGGO ?
Atas nama kelas XI IPA I
Erlyna Armya Septimorien (16)
0 Omongan:
Posting Komentar