Candi
jabung merupakan salah satu peninggalan sejarah berharga di Probolinggo. Candi
jabung ini terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, kabupaten Probolinggo,
Jawa Timur. Berada di tengah
perkampungan yang terletak sekitar 500 m dari Jalan raya Probolinggo – Situbondo dan sekitar
25 km dari pusat kota. Candi jabung sekarang ini
dengan mudah dicapai dari Jalan raya yang menghubungkan Probolinggo dan
Situbondo ( yang kebetulan juga bekas jalan pos Anyer -Panarukan yang
dibuat atas perintah Daendles), pada Km. 20 dari Probolinggo tepat
sebelum
melintasi jembatan kali Jabung ada papan penunjuk keberadaan candi tersebut dan
anda dipersilahkan belok ke kanan meniti jalan kecil namun bisa dilalui dengan
mobil, kira kira 2 km anda akan segera melihat Candi Jabung. Sebuah candi dengan
segala keindahannya berkat pembangunannya yang dilakukan dengan penuh
dedikasi.
SEJARAH
Kitab Nagarakrtagama menyebut candi ini
sebagai Candi Kalayu, khususnya pada bagian yang memaparkan
rangkaian perjalanan raja Hayam Wuruk (Rajasanagara) ke daerah Jawa Timur dan
Jawa Tengah yang dimulai pada tahun ketiga masa pemerintahannya (1275 Caka/1353
Masehi).
Perjalanan raja Hayam Wuruk ini disertai oleh seluruh keluarga
raja (Bhatara Sapta Prabhu), para menteri, pemimpin agama dan wakil golongan masyarakat
bertujuan terutama untuk menghayati keadaan masyarakat yang dipimpinnya. Ada
pula yang mengatakan bahwa perjalanan Hayam Wuruk itu merupakan salah satu
dharma yang harus dijalaninya yakni untuk penyatuan dan kesatuan wilayah
kerajaannya.
Rangkaian perjalanan raja Hayam Wuruk meliputi beberapa tempat
di daerah kekuasaannya, seperti Lasem (tahun 1354 M), Lodaya (1357 M),
Palah (1361 M), Liwang, Blitar, Jime dan Simping.
Dalam perjalanan itu, Hayam Wuruk juga sempat mengerahkan rakyat
untuk memperbaiki beberapa tempat penyeberangan di Bengawan Solo dan Kali
Brantas, memperbaiki bendungan Kali Konto, memperbaiki Candi Sumberjati dan
sekaligus nyekar atau ziarah ke makam kakeknya (Raden Wijaya), memugar Candi
Jabung (1353 M), memperindah candi pemujaan Tribhuwanattunggadewi di Panggih,
menambah candi Prwara di Palah (Panataran-Blitar, 1369 M) serta mendirikan
sebuah pendapa untuk kepentingan persajian (1375 M), menyelesaikan dua buah
candi di Kediri (Candi Surawana dan candi Tigawangi), dan akhirnya pada tahun
1371 mendirikan Candi Padi di dekat Porong-Jawa Timur, yang bentuknya
menyerupai percandian di Champa.
Setelah memugarnya di tahun 1353, candi jabung yang menurut
keagamaan Budha dalam kitab Nagara Kertagama, sebut
jga dengan nama BAJRAJINAPARAMITAPURA di kunjungi lagi oleh Raja Hayam
Wuruk pada tahun 1359 Masehi dan pada kitab Pararaton disebut
candi ini disebut sebagai Sajabung tempat pemakaman dan tempat
pemujaan bagi tokoh wanita keluarga Hayam Wuruk, bernama Brha Gundal. Dalam
catatan sejarah, Hayam Wuruk adalah raja pertama Nusantara, yang melakukan
perjalanan ke berbagai bangunan/monumen arkeologis dan melaksanakan
pemugaran-pemugaran pertama di berbagai candi.
Setelah dipugar oleh Raja Hayam Wuruk pada 1353
Masehi, Candi Jabung seakan terlupakan untuk lebih dari 500 tahun. Candi
yang secara tipologis memiliki kesamaan bentuk dengan Candi Muara Takus (Riau)
dan Biaro Bahal (Padang Sidempuan) tersebut baru dipugar kembali pada tahun
1983 oleh pemerintah Republik Indonesia dan sekaligus dijadikan sebagai benda
cagar budaya.
SITUASI FISIK
Candi Jabung berdiri di sebidang tanah berukuran 35 meter x 40
meter. Pemugaran secara fisik pada tahun 1983-1987, penataan lingkungan luasnya
bertambah 20,042 meter persegi dan terletak pada ketinggian 8 meter di atas
permukaan air laut. Candi ini dibangun dengan batu
bata bukan batu gunung. Di kompleks situs ini di
sebelah barat Daya candi terdapat
juga satu candi pelengkap yang biasa disebut sebagai candi Menara Sudut. Pada sisi dinding timur dan utara
terdapat bekas susunan tembok membujur ke timur dan ke utara, sedangkan di sisi
barat dan selatan tidak terdapat tanda-tanda bekas tembok (polos, asli). Dengan
data tersebut kemungkinan dahulu dikelilingi oleh pagar tembok dan candi menara
sudut tersebut merupakan bangunan sudut pagar. Candi Menara Sudut terbuat dari
batu merah sejenis dengan bahan yang dipakai pada Candi Induk.
ARSITEKTUR
a. A. Bentuk dasar arsitektur
Sebagaimana umumnya bangunan candi secara garis besar candi
Jabung terdiri dari:
1.bagian subbasement
2.bagian kaki candi
3. tubuh candi
4. atap candi.
Candi Jabung yang menghadap ke Barat bagian depannya terdapat
susunan tangga naik memasuki Candi. Struktur bangunan candi yang hanya dari
bata merah berkualitas tinggi yang dibeberapa tempat di ukir relief dan struktur bata ini ternyata mampu
bertahan ratusan tahun.
B. Pondasi
Pada dasarnya bentuk fondasi candi berbentuk segi empat, hanya di bagian barat atau
sisi depan terdapat bagian yang menjorok ke luar sebagian fondasi atau bagian
konstruksi yang mendukung tangga naik.
C. Ukuran
Dihitung
secara keseluruhan Candi Jabung berukuran panjang 13,13 meter, lebar 9,60
meter dan tinggi 16,20 meter.
Keadaan
sebelum dipugar di sisi sebelah timur atau belakang terdapat lubang akibat
tangan jahil manusia untuk mencari harta karun yang diperkirakan disimpan di
bagian tengah
bawah candi. Dari lubang tersebut kita dapat mengetahui bahwa di bagian
bawah tengah ( kaki) Candi Jabung terdapat sebuah bilik tanpa pintu berbentuk
segi empat dengan ukuran 130 x 130 cm. Lubang sisi timur itu telah ditutup
kembali sesuai dengan keadaan semula pada saat pemugaran. Sementara candi
Menara Sudutnya berukuran 2,55 mx 2,55m dengan tinggi 6 meter.
D. Ukiran / relief
Badan candi berbentuk bulat tabung (silender). Pada ambang relung-relung
candi terdapat hiasan kepala kala motif Jawa Timur, serta sebuah relief rosetta
dengan angka tahun 1276 Caka (1354 M). Dalam bilik candi masih terdapat lapik
arca, sedangkan pada atap candi bersifat Buddhistik dengan bentuk pagoda
(stupa) dan berhias sulur-suluran.
Dalam bilik candi terdapat lapik arca,
berdasarkan inskripsi pada pintu masuk candi Jabung didirikan pada tahun 1276 c
(saka) = 1354 Masehi masa kebesaran kerajaan Majapahit. Angka tahun 1276
Caka/1354 Masehi, boleh jadi bukanlah angka tahun pembangunan candi karena,
baik menurut kitab Nagarakrtagama maupun Pararaton, angka tersebut menunjuk
pada pertanggalan perjalanan Hayam Wuruk ke candi tersebut dalam rangkaian
perjalannnya yang termasuk memperbaiki/memugar
candi pemujaan untuk Raden Wijaya.
E. Bagian Batur Candi
Batur candi berukuran
panjang 13,11 meter, lebar 9,58 meter diatas batur terdapat selasar keliling
yang sempit dan terdapat beberapa panil relief yang menggambarkan kehidupan
sehari-hari.
Pada relief tersebut menggambarkan kehidupan sehari-hari, antara lain :
1)
Seorang pertapa memakai surban berhadapan dengan muridnya,
2) Dua orang lelaki yang sedang berada dekat sumur , salah seorang sedang
memegang tali rimba,
3)
Diantara panil-panil tersebut terdapat bidang panil yang berbentuk bulan
menonjol semacam medalion.
4)
Terdapat pula relief / pahatan singa yang sedang berhadapan muka dengan
singa yang lain dan ekornya masing-masing
melengkung keatas menyerupai sulur daun. Disamping saling berhadapan singa
tersebut juga saling bertolak belakang.
F. Bagian Kaki Candi
Pada
dasarnya bentuknya segi empat, bagian barat atau depan terdapat bagian yang
menjorok keluar atau bagian konstruksi yang mendukung tangga naik.
Bagian
kaki Candi dibagi menjadi 2 (dua) kaki candi, dengan keadaan sebagai berikut :
1.
Bagian kaki candi tingkat
pertama
Bagian
kaki candi pertama dimulai dari lis di atas fondasi berbentuk agief ( genta)
dengan hiasan daun Padma, kemudian lis datar dengan ketinggian lebih kurang 60
cm. Diatas lis-lis tersebut terdapat bidang panil yang terdiri dari 36 lapis
batu merah atau setinggi 1,2 m. Pada
bidang panil dipahatkan motif medalion, bidang tegak dan ornamen daun-daunan
yang kesemuanya sudah tidak begitu jelas karena aus. Pada bidang tegaknya
umumnya dipahatkan lukisan manusia,
binatang dan pohon-pohonan.
2.
Bagian kaki candi tingkat
kedua
Bagian kaki candi
tingkat kedua bentuknya hampir sama dengan bagian kaki tingkat pertama, yakni
dimulai hiasan daun Padma dan lis datar. Di beberapa bagian terdapat bidang
vertical selebar 50 cm berisi ukuran kala dan ornamen daun -daunan.
Sebelum sampai ke
bagian tubuh candi masih terdapat bagian yang dinamakan bagian duduk tubuh.
Bagian duduk tubuh
dimulai setelah bagian kaki candi tingkat kedua. Pada bagian tubuh mulai tampak
peralihan bentuk dari bagian kaki candi yang persegi menuju kebagian tubuh
candi yang bulat (silinder). Pada penampilan ketiga sisinya (utara, timur dan
selatan) masih tampak jelas bentuk persegi, tetapi pada bagian sudut-sudutnya
sudah berbentuk bulat. Pada bagian bulat di tengah-tengahnya dipahatkan ragam
hias kala dan sulur gelang di kanan-kirinya, tetapi bentuk kala dari ketiga sudut
tersebut bentuknya berbeda-beda, demikian juga halnya ragam hias sulur
bervariasi. Pada bagian penampil yang menjorok keluar terdapat bidang-bidang
panil berbentuk mendatar dan tegak. Bidang panil tegak terdapat pada
sudut-sudut dan tengah, sedangkan bidang panil mendatar terletak diantara
bidang panil tegak. Pada panil-panil di bagian duduk tubuh terdapat relief
manusia, rumah dan pohon-pohonan. Sebagian relief sudah tidak jelas karena aus.
G. Bagian Tubuh Candi
Bagian
tubuh candi terdapat relief manusia, rumah dan pohon-pohonan, pada sudut
tenggara terdapat relief yang menggambarkan wanita naik dipunggung seekor ikan,
relief ini dalam agama Hindu menceritakan cerita Sri Tanjung pelepasan jiwa.
Relief Sri Tanjung juga terdapat di candi penataran Blitar, candi Surowono
Kediri dan Gapura Bajangratu Mojokerto. Pada bagian tengah tubuh candi melalui
pintu tersebut dapat melihat bilik candi yang berukuran 2,60 x 2,58 meter dan
tinggi 5,52 meter dan pada bagian atasnya terdapat batu penutup cungkup yang
berukir.
Setelah
bagian duduk tubuh candi diteruskan dengan tubuh candi berbentuk bulat
(silinder) masih kelihatan kuat/cukup stabil dihias relief dan ukiran yang
indah dan halus pahatannya. Diatas sebuah pintu semu di pahatkan bentuk kala di
bagian bawah ambang pintu bentuknya segi empat menonjol keluar yang tengahnya
dipahatkan kepala naga.

Di
tengah-tengah bagian tubuh candi terdapat ban melingkar seperti ikat pinggang
selebar 14 lapis batu merah. Pada tiap-tiap penampil sisi utara, timur dan
selatan terdapat bagian yang menjorok keluar berbetuk pintu semu. Diatas
pintu semu dipahatkan bentuk kala yang diukir secara halus dan meriah. Dibagian
bawah dari ambang pintu berbentuk segi empat lebih menonjol keluar yang
ditengahnya dipahatkan kepala naga dan bila dirangkaikan disebut “kala naga”.
Ada penampilan sisi barat lebih menonjol bilamana dibandingkan dengan penampil
sisi-sisi lainnya. Hal ini dikarenakan oleh adanya tangga naik / masuk menuju
ke bilik candi yang dihubungkan dengan pintu masuk. Pada kaki ambang pintu
terdapat dua lis yang terletak disebelah kanan dan kiri. Maka bagian atas
bingkai pintu masuk terdapat balok batu kali berwarna hitam dengan hiasan
pahatn motif aroset yang ditengah-tengahnya dipahatkan tulisan angka tahun Caka
1354 atau tahun 1354 Masehi. Angka tahun ini dapat dipakai sebagai bukti masa
pembangunan Candi Jabung.
Diatas
batu kali tersebut dahulunya terdapat bentuk kala seperti terdapat pada
penampilan sisi-sisi yang lain,namun sekarang sudah tidak dapat dilihat karena
rusak dimakan jaman.
Pada
bagian tengah tubuh candi, melalui pintu tersebut dapat melihat bilik candi.
Bilik candi berukuran 2,60 x 2,58 meter dan tingginya 5,52 meter yang dibagian
atasnya terdapat batu penutup cungkup yang berukir. Di dalam bilik candi
terdapat altar yang menempel pada dinding sebelah utara, timur dan selatan.
Pada dinding sebelah timur terdapat tanda kerusakan, sehingga hal ini
memberikan petunjuk kemungkinan semula di tempat itu diletakkan arca pemujaan.
H. Bagian Atap Candi
Sebagian dari
bagian atap candi sudah hilang. Dari sisa-sisa bagian atap candi kemungkinan
besar puncaknya berbentuk stupa atapnya berhias motif
sulur-suluran. Sekarang yang dapat kita lihat beberapa tingkat bingkai
saja, terdiri dari lis-lis datar dan deretan bingkai-bingkai tegak,
bertingkat-tingkat. Bagaimana bentuk dan beberapa tingginya atap belum
diketahui, karena sebagian besar dan stupa atau puncak candi sudah hilang.
LEGENDA
DISEKITAR CANDI
Badan candi ini bersifat Siwaistik karena
sekelilingnya dipahatkan adegan-adegan cerita Sri Tanjung. Legenda Sri Tanjung
pada dasarnya mengisahkan fitnahan terhadap Sri Tanjung, seorang dewi yang
sangat cantik, isteri Raden Sidapaksa, yang berakhir dengan kematian/pembunuhan
Sri Tanjung. Karena tidak bersalah, maka Sri Tanjung dihidupkan kembali oleh
para dewa dan dikembalikan ke tempat kediamannya
semula sebelum kawin. Singkat Cerita, Raden Sidapaksa diperintahkan oleh Betari Durga untuk pergi ke
kediaman Sri Tanjung untuk minta rujuk .
Atas Nama XI IPA 1
Ellysa Aprilia Nuraini (13)
0 Omongan:
Posting Komentar